Serdadu.ID – Akademi Angkatan Darat Kekaisaran Jepang atau Rikugun Shikan Gakko merupakan sekolah pendidikan untuk Angkatan Darat Kekaisaran Jepang. Akademi pendidikan ini memiliki program untuk kuliah prajurit junior yang menjadi lulusan sekolah kadet militer lokal dan sudah menempuh empat tahun sekolah menengah serta kuliah senior untuk calon perwira.
Akademi Rikugun Shikan Gakko ini awalnya didirikan pada 1868 di Kyoto dengan nama Heigakkō, kemudian pada tahun 1874 berganti nama menjadi Akademi Angkatan Darat Kekaisaran jepang dan pindah ke Ichigaya, Tokyo. Sejak 1898, akademi ini di bawah pengawasan Pendidikan Administrasi Angkatan Darat Pemerintahan Jepang.
Pada tahun 1937 akademi dibagi menjadi dua, yang pertama untuk kelas senior yang dipindahkan ke Sagamihara di Prefektur Kangawa. Dan yang kelas junior pindah ke Asaka, Saitama. Tepat pada 20 Desember 1937 upacara wisuda ke-50 di adakan di gedung akademi yang baru di Sagamihara dan dihadiri oleh Kaisar Shōwa (Kaisar Hirohito). Kemudian pada tahun 1938 didirikan sebuah sekolah yang terpisah untuk perwira penerbangan militer.
Selama Perang Dunia II, akademi ini sangat dihormati, terutama karena banyak lulusannya yang menjadi alumni Universitas Kekaisaran Tokyo. Akademi ini juga menerima sejumlah kadet dari Cina yang di kemudian hari banyak menjadi jenderal terkemuka di Angkatan Darat Republik Cina. Pada Juni 1945, sebagai langkah pencegahan karena pengeboman Sekutu, Akademi mengirim seluruh staf dan 3.000 kadet ke Prefektur Nagano, meninggalkan instalasi di bawah penjagaan beberapa pasukan.
September 1945 setelah Jepang menyerah kepada Sekutu. Batalion Kavaleri ke-1 Angkatan Darat Amerika Serikat mengambil alih Akademi dan seluruh pasukan penjaganya. Bersamaan dengan Angkatan Darat Kekaisaran Jepang yang mengakibatkan Akademi ini kemudian ditutup pada 1945. Fasilitas yang ada di Sagamihara kemudian menjadi bagian dari base Angkatan Darat Amerika Serikat, Camp Zama.
Kemudian diantara tahun 1937 sampai 1945 diperkirakan terdapat sekitar 18.476 kadet dilatih dalam Akademi militer ini. Beberapa dari mereka merupakan Jenderal terkemuka di masa Perang Dunia II, Hideki Tojo, Seishirō Itagaki, Sadao Araki dan Shunroku Hata.
Kandidat kadet Akademi Angkatan Darat Kekaisaran Jepang dipilih dari seleksi ketat baik fisik maupun akademis. Mereka diseleksi dari siswa yang lulus tahun ke 3 di sekolah persiapan militer (Rikugun Yonen Gakkō) di Tokyo, Osaka, Nagoya, Hiroshima, Sendai dan Kumamoto. Para kadet ini umumnya berusia di bawah 25 tahun beberapa diantaranya berusia 16 sampai 18 tahun.
Sebagai gambaran kurikulum pendidikan akademi ini setingkat dengan perguruan tinggi, diantaranya ada program pendidikan umum, seni bela diri tradisional dan menunggang kuda. Setelah menyelesaikan masa dua tahun di kuliah junior di Asaka di Saitama, mereka ditugaskan selama delapan bulan ke resimen infanteri untuk membiasakan diri dengan persenjataan dan ketrampilan kepemimpinan.
Selanjutnya mereka akan melanjutkan kuliah satu tahun dan program delapan bulan di kuliah senior di Sagamihara. Setelah lulus, mereka akan ditugaskan magang bersama sersan mayor, dan setelah berhasil menyelesaikan empat bulan masa percobaan di resimen, barulah mereka resmi ditugaskan sebagai letnan dua.
Alumni Rikugun Shikan Gakko dari Indonesia
Akademi Militer Angkatan Darat juga melahirkan prajurit-prajurit dari Indonesia. Salah satunya adalah Yoga Soegomo. Yoga adalah lulusan Akademi Militer Angkatan Darat Kekaisaran Jepang atau Rikugun Shikan Gakko. Selain Yoga ada 4 orang putra Indonesia yang tahun 1943 dikirim sekolah di Akademi Militer. Diantaranya ke 4 kawanya hanya Yoga yang Bintang nya naik dari 4 orang Indonesia yang masuk Akademi Militer Angkatan Darat Kekaisaran Jepang ini.
Yoga memilih Akademi Militer setelah lulus dari sekolah pertanian. Sebelum berangkat, mereka dikumpulkan di asrama yang kini merupakan Asrama Polisi Militer Guntur daerah Jakarta. Dalam prosesnya, mereka mengikuti latihan dasar selama beberapa bulan sebelum berangkat. Selain itu, pengetahuan bahasa Jepang juga menjadi pelajaran wajib. Adapun latihan fisik itu berupa baris-berbaris, lari, dan hal dasar militer lainnya.
Hidup mereka selama menjadi taruna di sana sangat ketat. Polisi Militer Jepang mengawasi mereka, tak bisa sembarangan bertandang dan macam-macam. Pada 1943, taruna asal Indonesia pernah didatangi Sukarno dan Hatta. “Bagus. Teruskan pendidikan kalian, sebab nanti akan berguna bagi perjuangan bangsa,” pesan Sukarno seperti ditirukan Yoga.
Jelang masuknya pasukan sekutu, kehidupan di Tokyo makin sulit. Yoga pun memilih bekerja seperti kawan-kawannya karena sedikit tentara sekutu yang bisa berbahasa Jepang. Ada lowongan menjadi penerjemah militer, kemudian Yoga diterima dan ditempatkan di Departemen Penyelidikan urusan Kriminal Perang.
Yoga kembali ke Indonesia dengan kapal Johan van Olden Barneveld milik Java China Japan Lijn, sekitar tahun 1946-1947. Setelah kembali, ia bekerja di Kementerian Pertahanan bagian intelijen, Bagian V. Pangkat pertamanya adalah letnan.