Kisah Penumpasan Gerombolan Komunis di Kalimantan Barat oleh SATGAS 42/ KOPASSANDHA

Kisah Penumpasan Gerombolan Komunis di Kalimantan Barat oleh SATGAS 42/ KOPASSANDHA
Ilustrasi Palu dan Arit Sabit. (Foto: pixabay)

Serdadu.ID Kisah penumpasan gerombolan komunis di Kalimantan Barat (Kalbar) yang di wakili oleh kelompok PGRS-Paraku sebenarnya sudah mulai meletus sejak tahun 1966. Momentumnya dibersamai dengan selesainya konfrontasi antara Indonesia-Malaysia yang ditandai dengan penandatanganan perjanjian perdamaian Jakarta Accord 11 Agustus 1996.

Setahun kemudian, rezim berganti dari kepemimpinan Presiden Soekarno ke kepemimpinan Presiden Soeharto. Pergantian rezim diikuti dengan pergantian kebijakan terhadap organisasi partai dan badan-badan pemerintahan.

Ketika konfrontasi selesai dan pasukan sukarelawan Dwikora di bubarkan, sebagian anggota PSRS-Paraku tidak mau menyerahkan persenjataan yang mereka dapatkan dari pihak militer Indonesia. Dari sana mulailah gerombolan PGRS-Paraku melarikan diri dan masuk ke dalam hutan-hutan di Kalimantan sembari membawa bekal hasil rampasan senjata-senjata yang di dapatkanya dari militer Indonesia.

Baca Juga:

Dalam penyerbuan PGR-Paraku di Sanggau Ledo terhadap pangkalan udara di Singkawang, pasukan ini mendapatkan 56 senjata G3 semi otomatis, 51 LE, 2 bren madsen caliber 7,62,2 mortil 6 inchi, 51 granat tangan, 120 buah bajonet G3 dan LE, dan 20 peti peluru dari berbagai ukuran.

Kisah Penumpasan Gerombolan Komunis di Kalbar dan Pecahnya Pemberontakan PSRS-PARAKU

Pada saat Indonesia menganut asas NASAKOM (Nasionalis, Agamis dan Komunis), Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS), Tentara Nasional Kalimantan Utara dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (PARAKU) yang keseluruhannya berhaluan komunis diizinkan masuk ke wilayah Kalimantan Barat. Mereka terdesak oleh operasi militer yang dilakuakan oleh tentara kerajaan Inggris dan Malaysia di sepanjang perbatasan Kalimantan Barat.

Mereka membuat kantong-kantong pergerakan meskipun sering sekali menggunakan nama yang berbeda-beda namun kader mereka sama. Setelah peristiwa G30S/PKI, gerilyawan komunis Kalimantan Barat diperintahkan untuk menyerahkan senjata dan kembali ke Serawak. Sebagian diantara mereka ada yang mematuhi namun tidak sedikit juga yang menolak. Mereka yang menolak kemudian melakukan perlawanan bersenjata kepada pemerintah.

Antara tahun 1975, Organisasi Barisan Rakyat atau BARA yang merupakan pecahan dari PGRS dan CDB PKI Kalimantan Barat di bawah pimpinan Achmad Sofyan menyerang gudang senjata AURI di Pangkalan Udara Sanggau Ledo. Serangan yang dipimpin oleh Ju Liee seorang China Komunis dari Singkawang. Mereka berhasil menjarah 113 pucuk senjata.  Dimana sebagaian besar terdiri dari senapan Chung buatan China, senapan serbu H&K G3, dan dua senapan berat kaliber 12,7 mm dan berpeti-peti amunisi.

Jumlah senjata yang mereka jarah adalah senjata untuk satu kompi pasukan. Selanjutnya, gudang senjata AURI yang mereka kuasai dibakar habis dan mereka kembali ke dalam hutan.

Setelah mempelajari kegagalan dalam pelaksaan operasi penumpasan gerombolan komunis, tim SATGAS 42 akhirnya menemukan strategi baru dalam menjalankan operasi tersebut. Strategi itu diberi nama dengan sandi “Operasi Garu”.

Filosofi garu diambil dari cara petani membajak tanah sawah yang padat menjadi gembur agar bisa ditanami. Garu sendiri merupakan alat bajak berupa kuku besi semacam garpu yang berfungsi untuk menyisir tanah di sawah. Dari filosofi ini konsep operasi garu dicetuskan, dimana pasuka pemburu akan bergerak maju sejajar seperti gerakan menyisir, diikuti pasukan lain dari belakang dengan interfal tertentu yang telah di ditentukan.

Dengan gerakan seperti itu diharapkan gerombolan komunis tidak dapat meloloskan diri. Seandainya mereka dapat meloloskan diri, maka mereka akan bertemu dengan pasukan berikutnya yang bergerak maju. Harapannya dengan penerapan operasi garu ini dapat menangkap gerombolan komunis lebih banyak.

Setelah pimpinan gerombolan komunis itu tewas dalam penyergapan maka status di Kalimantan dinyatakan aman dan terkendali. Selang dua hari dari pengumuman status aman di Kaliman Barat, seluruh tim SATGAS 42 yang berada di hutan dan perbatasan ditarik kembali ke basis di KODAM XVII/Tandjungpura, setelah semua tim yang bertugas terkumpul maka operasi SATGAS 42 dinyatakan berakhir, dan seluruh anggota yang bertugas di kembalikan kembali ke MAKO KOPASSANDHA di Jakarta setelah kurang lebih menjalankan tugas operasi selama 11 bulan di Kalimantan Barat menumpas gerombolan Komunis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *