Histori Terbentuknya TNI Angkatan Udara

Histori Terbentuknya TNI Angkatan Udara
Ilustrasi Pesawat Tempur (Todd MacDonald/Pixabay)

Serdadu.ID Histori terbentuknya TNI Angkatan Udara tidak terlepas dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonolial Belanda dan Agresi Militer  Jepang hingga di Proklamirkannya Indonesia sebagai negara merdeka oleh Soekarno-Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsan Timur No. 56, Jakarta.

Pada saat Indonesia di Proklamirkan, hadir para pemuda Indonesia. Di depan Sang Proklamator Soekarno-Hatta mereka secara bulat bertekad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Dalam Sidang Panitia Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diadakan satu hari setelah proklamasi menghasilkan keputusan yang cukup penting, yaitu Soekarno-Hatta diangkat sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Tak hanya itu, sidang tersebut juga mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945).

Sidang kedua diadakan kembali pada tanggal 19 Agustus 1945 yang menghasilkan pembentukan Kabinet dengan 12 Kementerian. Untuk Menteri Keamanan Rakyat ditunjuk Soekarno yang sekaligus merangkap Presiden Indonesia.

Pada saat sidang kedua digelar, 19 Agustus 1945, anggota PPKI menyetujui pembentukan kabinet dengan 12 kementerian serta penunjukan para menterinya, dan salah satu kementerian adalah Kementerian Keamanan Rakyat yang menterinya dirangkap oleh Presiden Republik Indonesia.

Histori Terbentuknya TNI Angkatan Udara

Selain membentuk Kabinet Kementerian, Sidang itu juga menyepakati pembentukan Tentara Kebangsaan. Karena suasana masih diliputi anti fasissme dan militerisme sebagai akibat dari Perang Dunia ke II, pada tanggal 22 Agustus 1945 keputusan pembentukan Tentara Kebangsaan ditangguhkan.

Keesokan harinya, tanggal 23 Agustus 1945 Sidang PPKI kembali menyepakati pembentukan tiga wadah perjuangan yang meliputi Komite Nasional Indonesia (KNI), Partai Nasional Indoneisa (PNI), dan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Histori Terbentuknya TNI Angkatan Udara bisa dibilang dimulai dari pembentukan Badan Keamanan Rakyat disingkat BKR.

Pembentukan BKR sendiri awalnya bertujuan sebagai badan penolong keluarga korban perang dan membantu serta menjamin ketentraman masyarakat Indonesia. Ketika itu, Presiden Soekarno memberi amanat agar seluruh rakyat Indonesia tetap tenang. Tak hanya itu, Presiden juga meminta kepada seluruh rakyat Indonesia agar bersiap sedia memperjuangkan bangsa Indonesia. Selain itu, Tentara Pembela Tanah Air (PETA), dan tentara Pembantu HEIHO yang dibentuk oleh pendudukan Jepang serta pelaut dan para pemuda, untuk sementara waktu bergabung dengan BKR.

Baca Juga:

Setelah itu di beberapa daerah berdirilah BKR udara yang mempunyai pangkalan penerbangan.
BKR setelah itu diubah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) pada tanggal 5 Oktober 1945. Perubahan itu kemudian turut merubah BKR udara menjadi TKR udara yang kemudian dikenal dengan TKR Djawatan Penerbangan.

Pada bulan selanjutnya, tepatnya pada 12 November 1945 dilaksanakan konferensi di Yogyakarta yang menghasilkan kesepakatan untuk memperkuat kekuatan Udara. Untuk merealisasikan kesepakatan itu, Markas Tertinggi TKR pada 12 Desember 1945 mengeluarkan pengumuman dan ditandatangani oleh Staf Umum Letnan Oerip Soemohardjo.

Pengumuman Markas Tinggi TKR menyatakan : Pertama, Pembentukan Bagian Penerbangan pada MT TKR; Kedua, Terhitung mulai tanggal 10 Desember 1945, semua kekuatan bagian penerbangan di Indonesia, termasuk prajurit, pegawai pangkalan dan alat-alatnya ditempatkan di bawah Kepala Bagian Penerbangan. Ketiga, Kepala Bagian Penerbangan berkedudukan di Markas Besar Umum dan ditetapkan Soerjadi Soerjadarma sebagai Kepala TKR Bagian Penerbangan dan Sukarnen Martokusumo sebagai Wakilnya.

Satu tahun kemudian, pada tanggal 25 Januari 1946 Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dibentuk berubah nama menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Konsekuensi logis dari perubahan TKR menjadi TRI, membuat TKR Djawatan Penerbangan mengalami banyak sekali perubahan. Hal itu disebabkan meningkatnya kepercayaan pemerintah dan rakyat terhadap TKR Udara. karena meningkatnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah dan rakyat terhadap TKR udara.

Hal itu bisa dibuktikan dengan Penetapan Pemerintah Nomor: 6/SD/1945 yang isinya tentang Pembentukan Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara (TRI AU). Penetapan a quo sekaligus menunjuk Komodor Udara Soerjadi Soejardarma sebagai Kepala Staf Angkatan Udara Pertama. Karena itu, pada tanggal itu diperingati Hari Angkatan Udara.

Jalan panjang histori TNI Angkatan Udara diawali dengan berdirinya Badan Keamanan Rakyat (BKR) udara yang selanjutnya diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Djawatan Penerbangan selanjutnya berkembang menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).

Alutsista TNI Angkatan Udara

Adapun alutsista yang menjadi kekuatan utama TRI Udara ketika itu adalah pesawat-pesawat bekas hasil rampasan colonial Jepang seperti : Pesawat Cureng, Guntei, Hayabusha, Nishikoreng, Cukiu dan Sansikin.

Pada periode 1945-1949, Tentara Nasional Indonesia (TNI) Udara dalam lembaran histori berhasil menorehkan tinta emas. Hal itu bisa dilacak saat Komodor Udara Agustinus Adisutjipto dengan identitas Merah putih, pada 27 Oktober 1945 berhasil menerbangkan pesawat Cureng untuk pertama kalinya dilangit Tanah Air Indonesia.

Tentu saja keberhasilan itu semakin memperkuat keyakinan, spirit dan tekad segenap anak muda Indonesia dalam memperkuat dan mengembangkan kekuatan udara nasional. Selain itu, operasi udara yang juga dilakukan untuk kali pertama pada tanggal 29 Juli 1945 juga berhasil dilakukan para kadet, yakni Muliyono, Kadet penerbang Sitardjo Sigit, dan Kadet penerbang Suharnoko Harbani dengan menyerang markas militer Belanda di Kota Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.

Baca Juga:

Dilakukannya operasi udara oleh para kadet tersebut untuk melakukan serangan balasan terhadap Agresi Militer Belanda pertama yang menyerang Pangkalan Udara Maguwo, Masopati, Bugis, Cibeurum, Panasan, dan Kalijati.
Sedangkan untuk penerobosan Blokade lewat udara Kalimantan dilakukan pada tanggal 17 Oktober 1947 dengan operasi lintas udara dan menerjunkan 13 orang pasukan payung.

Tak hanya dibidang itu saja, TNI AU juag turut berperan aktif mendukung jaringan komunikasi di perang grilya. Peran aktif itu dilakukan dengan cara mendirikan pelbagai pemancaran radio. Sebut saja, Stasiun Radio PHB “ZZ” berlokasi di Payakumbuh, Stasiun Radio UDO, Stasiun Radio PD 2 di Kutaraja, dan Stasiun NBM di Lhok Nga, Aceh, serta Stasiun Radio SNM yang berlokasi diluar negeri tepatnya di Burma yang memberitakan kemerdekaan Republik Indonesia.

TNI Angkatan Udara kemudian mulai melakukan konsolidasi dan pengembangan di bidang Alutsista peninggalan Jepang. Pergantian dan pengembangan itu dilakukan pada periode Tahun 1950-1959 yang dihiasi oleh Alutsista modern seperti pesawar B-25 Mitchel, P-51 Mustang, B-26 Invander, AT-16 Harvard, Piper Cub L-4J, C-47 Dakota, Cessna L-19, Cessna 180, Albatros, Vampire Trainer DH-115, Piper Cub, Mark-2 Auster, PBY Catalina, IL-28 Ilyusin, Mig-15, Mig-17, Bell 47G-2 Trooper, MI-4, SM-1, IL-14 Avia, BT-13 Valiant, Hiller-360 Utility, Bell-47G.

Pada periode itu tugas TNI Angkatan Udara, yaitu mempertahankan kedaulatan negara di sektor udara. Ketika itu, operasi penumpasan pemberontakan, misalnya. Pemberontakan PKI Madiun, Republik Maluku Selatan (RMS) DI/TII, dan PRRI/Permesta berhasil dilakukan dengan baik. Tak ayal, pada periode 1960-1969 TNI Angkatan Udara sangat diperhitungkan dan disegani di Kawasan Asia Tenggara.

Pengadaan Alutsista TNI Angaktan Udara berasal dari Blok Barat dan Blok Timur. Alutsista dari Blok Barat meliputi pesawat C-130 Hercules, Helikopter Bell-47J Ranger, C-140 Jet Star, S-58T Sikorsky, Bell-204B Iroquis, dan Radar Decca, serta T-34A Mentor. Sedangkan Alutsista dari Blok Timur Pesawat AN-12 Antonov, Mig-19, Mig-21, Helikopter MI-4, MI-6, L-29 Dholphin, TU-16, Radar Nysa dan Rudal SAM-75.

Didukung dengan Alutsista Modern, TNI Angkatan Udara semakin kuat, saat operasi merebut Irian Barat yang dikenal dengan Operasi Trikora, TNI berhasil menjalankan misi tersebut. Untuk operasi Dwikora berkaitan dengan Konfrontasi anatara Indonesia dengan Malaysia, dan Operasi Penumpasan G30 S/PKI.

TNI Angkatan Udara terus berupaya memperkuat angkatan udara dengan menghadirkan Alutsista baru. Pada (1970-1979) TNI AU menghadirkan pesawat T-33 Bird, Fokker F-27, OV-10 Bronco, F-86 Sabre, T-34C Mentor Charlie, Helikopter Puma SA-330, Bell-204B Iroquis, dan Helikopter Latih bell 47G Sioux, serta AT-16 Harvard. Di tahun 1980-1989 dihadirkan juga pesawat tempur F-5 Tiger II, pesawat A-4 Sky Hawk dan pesawat latih jenis Hawk MK-53, Boeing 737 yang memiliki kemampuan disektor pengintaian dan pengamatan wilayah permukaan.

Selanjutnya juga dihadirkan pesawat angkut ringan Cassa-212-200 Aviocar sebagai kekuatan Skadron Udara 4 Lanud Abdulrachman Saleh. Datangnya pesawat Multirole F-16 Fighting Falcon pada akhir tahun 1989 telah menambah keperkasaan TNI AU, serta Radar Thomson dan Plessey.

Dalam rangka membentuk penerbang-penerbang yang masih muda, lalu didatangkan pesawat AS-202/18 A Bravo sebagai pesawat latih. Pada periode selanjutnya (1990-1999) TNI Angkatan Udara Periode Tahun 1990-1999 lagi-lagi menambah Alutsista, yaitu pesawat CN-235, Radar Plessey AR 325, dan NAS 332 Super Puma, jenis Hawk 100/200 ditempatkan di Skadron Udara 12 dan Skadron Udara 1.

Baca Juga:

Di periode 2000-2010 TNI Angkatan udara kembali mengembangkan kekuatannya dengan menghadirkan pesawat dari Rusia, Sukhoi SU-27 dan SU-30. Pesawat ini mampu melakukan penjelajahan, manuverabilitas dan combat radius sejauh 1.500 KM. Jarak jelajahnya pun hingga 4000 KM, dan ditempatkan di Skuadron Udara 11 Lanud Hasanuddin. Dengan begitu, Pesawat Sukhoi milik TNI Angkatan Udara ini mampu mencegah pesawat asing yang berani memasuki wilayah udara Indonesia di sekitar timur tanpa Izin.

Pada periode yang sama juga dihadirkan pesawat latih dasar KT-1 Woong Bee, SF-260 Marchetti , Helikopter EC-120 Colibri, SF-260 Marchetti, NAS-332Super Puma dan CN-235-220 MPA dan CN-295 buatan PT. Dirgantara Indonesia. Sedangkan di tahun 2011 hingga saat ini TNI Angkatan Udara semakin kuat dengan ditambahnya Alutsista T-50i Golden Eagle, Su-30, F-16 CD, Super Tucano, , F-28, G-120 TP-A, T-4D/R-172/182T, EC-725 Caracal, B-737, Cassa-212, , C-130 Hercules, CN 295, dan CN-235. dilengkapi pesawat latih dasar, Colibri, dan CN-235-220 MPA dan CN-295 buatan PT

Agar kekuatan udara semakin kuat, TNI AU kemudian membentuk Skadron Udara 51 Elang Pengintai dengan pesawat UAV di Lanud Supadio, Skadron 45 VIP/VVIP, pembentukan Skadron Udara 16 di Lanud Roesmin Nuryadin dengan alutsista Pesawat F-16C/D-52ID, pembentukan Skadron Udara 27 di Lanud Manuhua, Biak dengan alutsista Pesawat CN-235 serta Skadron Udara 33 Lanud Hasanuddin dengan alutsista Pesawat Hercules C-130.

Itulah Histori Terbentuknya TNI Angkatan Udara berserta Alutsista yang dimiliki mulai dari alutsista hasil dari rampasan Jepang hingga Alutsista Modern.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *